Rabu, 08 Mei 2013

perekonomian indonesia TUGAS 1



PEREKONOMIAN INDONESIA “ Softskills “

TEMA
“ SISTEM PENDIDIKAN DI INDONESIA TERHADAP TINGGINYA JUMLAH PENGANGGURAN “
JUDUL
“ LULUSAN PERGURUAN TINGGI TIDAK MENJAMIN RENDAHNYA TINGKAT PENGANGGURAN DI INDONESIA “







Nama                          :           Nanda Apriliana
Kelas                           :           1 EB 24
NPM                          :           25212229
Tugas/Tulisan           :           Tugas ke – 1


UNIVERSITAS GUNADARMA
FAKULTAS EKONOMI
JURUSAN AKUNTANSI
2012/2013

A B S T R A K

Tulisan ini dibuat untuk mengupas berbagai aspek tentang perekonomian indonesia, khususnya tentang pelajar terdidik tidak menjamin menurunkan rendahnya tingkat pengangguran. Indonesia adalah salah satu negara yang tingkat masyarakatnya paling banyak yang tunakarya atau tidak punya pekerjaan sehingga menimbulkan kemiskinan dimana-mana, namun pendidikan tinggi tidak menjamin seseorang langsung mendapatkan pekerjaan jika tidak dibarengi dengan usaha dan doa.
Tulisan ini membantu para pembaca agar mengerti bahwa pengangguran bisa datang pada siapa saja jika kita tidak menjadi orang yang mempunyai skills. Tulisan ini membahas tentang solusi menurunkan tingkat pengangguran dan sudut pandang pelajar terdidik agar lebih maju.




LANDASAN TEORI

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.

Pengangguran atau tuna karya adalah istilah untuk orang yang tidak bekerja sama sekali, sedang mencari kerja, bekerja kurang dari dua hari selama seminggu, atau seseorang yang sedang berusaha mendapatkan pekerjaan yang layak.

Jenis – jenis penggangguran itu sendiri :
·         Setengah Menganggur (Under Unemployment) adalah tenaga kerja yang tidak bekerja secara optimal karena tidak ada lapangan pekerjaan, biasanya tenaga kerja setengah menganggur ini merupakan tenaga kerja yang bekerja kurang dari 35 jam selama seminggu.
·         Pengangguran Terbuka (Open Unemployment) adalah tenaga kerja yang sungguh-sungguh tidak mempunyai pekerjaan.
·         Pengangguran friksional (frictional unemployment) Pengangguran friksional adalah pengangguran yang sifatnya sementara yang disebabkan adanya kendala waktu, informasi dan kondisi geografis antara pelamar kerja dengan pembuka lamaran pekerjaan penganggur yang mencari lapangan pekerjaan tidak mampu memenuhi persyaratan yang ditentukan pembuka lapangan kerja.
·         Pengangguran konjungtural (cycle unemployment) Pengangguran konjungtoral adalah pengangguran yang diakibatkan oleh perubahan gelombang (naik-turunnya) kehidupan perekonomian/siklus ekonomi.
·         Pengangguran struktural (structural unemployment) Pengangguran structural adalah pengangguran yang diakibatkan oleh perubahan struktur ekonomi dan corak ekonomi dalam jangka panjang.
·         Pengangguran musiman (seasonal Unemployment) Pengangguran musiman adalah keadaan menganggur karena adanya fluktuasi kegiatan ekonomi jangka pendek yang menyebabkan seseorang harus nganggur.

B A B  I
PENDAHULUAN

1.1              Latar Belakang
Dunia pendidikan tidak selalu parallel dengan realitas dunia kerja. Wajar jika banyak lulusan perguruan tinggi begitu memasuki dunia kerja langsung terkaget-kaget. Apa yang mereka pikirkan selama kuliah ternyata sama sekali berbeda dengan kenyataan. Karena itu, ilmu yang mereka dapat di bangku kuliah sering kali juga tidak banyak membantu dalam dunia kerja. Pada dasarnya masalah kependudukan yang serius dihadapi oleh negara berkembang pada umumnya, antara lain berkisar pada masalah mutu pendidikan, kesiapan tenaga pendidik, fasilitas, dan lapangan pekerjaan.
Kekurang tersediaan lapangan pekerjaan akan berimbas pada kemapanan social dan eksistensi pendidikan dalam perspektif masyarakat. Pada masyarakat yang tengah berkembang, pendidikan diposisikan sebagai sarana untuk peningkatan kesejahteraan melalui pemanfatan kesempatan kerja yang ada. Dalam arti lain, tujuan akhir program pendidikan bagi masyarakat pengguna jasa pendidikan adalah teraihnya lapangan kerja yang diharapkan. Atau setidak-tidaknya, setelah lulus dapat bekerja di sektor formal yang memiliki nilai "gengsi" yang lebihtinggi di banding sektor informal.
Dengan demikian, keterbatasan lapangan pekerjaan akan berpotensi tidak dapat tertampungnya lulusan program pendidikan di lapangan kerja, secara linear berpotensi menggugat eksistensi dan urgensi pendidikan dalam perspektif masyarakat.

1.2              Rumusan Masalah
Pada penulisan makalah ini saya akan membahas tentang masalah, sebagai berikut :
1.      Jelaskan secara terperinci tentang pengangguran terdidik?
2.      Jelaskan penyebab utama pengangguran terdidik?
3.      Sebutkan usaha dan solusi untuk mengatasi sarjana menganggur di Indonesia?
4.      Apa yang menjadi alasan sarjana menganggur?
5.      Bagaimana cara agar tidak menjadi penggangur intelek?
6.      Bagaimana cara menyikapi tingginya pengangguran berpendidikan tinggi?

1.3              Tujuan dan Manfaat penulisan
Tujuan makalah ini dibuat adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah softskills tepatnya perekonomian indonesia.
Manfaat dari makalah ini adalah untuk menambah dan meningkatkan wawasan serta pengetahuan baik untuk kami sebagai penulis dan para pembaca, selain itu pembuatan makalah ini sebagai informasi untuk para pembaca lebih paham strategi-strategi dalam mengurangi tingkat penganmgguran.


1.4              Metode Penulisan
Saya memakai metode dengan cara melakukan browsing disejumlah situs internet yaitu web, blog, maupun perangkat media massa yang diambil dari internet.
Selain itu dalam pengambilan informasi terkait pada tema diatas saya juga mengambil informasi dari majalah-majalah online untuk melengkapi data-data yang akan di sampaikan.


1.5              Sistematika Penulisan
Dalam penulisan tugas makalah softskills ini sistematika yang saya gunakan terbagi atas 3 bab yaitu bab pendahuluan, pembahasan, dan penutup. Pada bab pendahuluan yang dibahas adalah latar belakang, rumusan masalah, tujuan, dan metode, sedangkan pada bab pembahasan yang dibahas adalah isi dari penulisan tugas ini, dan bab penutup yang dibahas hanya kesimpulan atas semua informasi yang ada.
Selain itu untuk melengkapi penulisan ini saya juga menambahkan abstrak dan landasan teori yang terkait dalam penulisan ini.





B A B  II
PEMBAHASAN
                                    
2.1       Pengertian pengangguran terdidik
Pengangguran Terdidik adalah seseorang yang telah lulus dari perguruan tinggi negeri atau swasta dan ingin mendapat pekerjaan tetapi belum dapat memperolehnya. Para penganggur terdidik biasannya dari kelompok masyarakat menengah ke atas, yang memungkinkan adanya jaminan kelangsungan hidup meski menganggur.
Pengangguran terdidik sangat berkaitan dengan Masalah kependidikan di negara berkembang pada umumnya, antara lain berkisar pada masalah mutu pendidikan, kesiapan tenaga pendidik, fasilitas, dan Kurangnya lapangan pekerjaan yang akan berimbas pada kemapanan sosial dan eksistensi pendidikan dalam pandangan masyarakat. Pada masyarakat yang tengah berkembang, pendidikan diposisikan sebagai sarana untuk peningkatan kesejahteraan melalui pemanfatan kesempatan kerja yang ada. Dalam arti lain, tujuan akhir program pendidikan bagi masyarakat pengguna jasa pendidikan, adalah teraihnya lapangan kerja yang diharapkan. Atau setidak-tidaknya, setelah lulus dapat bekerja di sektor formal yang memiliki nilai "gengsi" yang lebih tinggi di banding sektor informal. Dengan meningkatnya pengangguran terdidik menjadi sinyal yang cukup mengganggu bagi perencana pendidikan di negara-negara berkembang pada umumnya, khususnya di Indonesia. Sebenarnya gelar sarjana tak otomatis memuluskan jalan meraih pekerjaan.

2.2       Penyebab utama pengangguran terdidik
Penyebab utama pengangguran terdidik adalah kurang selarasnya perencanaan pembangunan pendidikan dan berkembangnya lapangan kerja yang tidak sesuai denagn jurusan mereka, sehingga para lulusan yang berasal dari jenjang pendidikan atas baik umum maupun kejuruan dan tinggi tersebut tidak dapat terserap ke dalam lapangan pekerjaan yang ada.Faktanya lembaga pendidikan di Indonesia hanya menghasilkan pencari kerja, bukan pencipta kerja.Padahal, untuk menjadi seorang lulusan yang siap kerja, mereka perlu tambahan keterampilan di luar bidang akademik yang mereka kuasai. Disisi lain para pengangguran terdidik lebih memilih pekerjaan yang formal dan mereka maunya bekerja di tempat yang langsung menempatkan mereka di posisi yang enak, dapat banyak fasilitas, dan maunya langsung dapat gaji besar.
Padahal dewasa ini lapangan kerja di sektor formal mengalami penurunan,hal itu disebabkan melemahnya kinerja sektor riil dan daya saing Indonesia, yang menyebabkan melemahnya sektor industri dan produksi manufaktur yang berorientasi ekspor. Melemahnya sektor riil dan daya saing Indonesia secara langsung menyebabkan berkurangnya permintaan untuk tenaga kerja terdidik, yang mengakibatkan  meningkatnya jumlah pengangguran terdidik. Dengan kata lain, persoalan pengangguran terdidik muncul karena adanya informalisasi pasar kerja. Sebenarnya Sektor pertanian, kelautan, perkebunan, dan perikanan adalah contoh bidang-bidang yang masih membutuhkan tenaga ahli.Namun para sarjana tak mau bekerja di tempat-tempat seperti itu dan mereka umumnya juga tidak mau memulai karier dari bawah.Budaya malas juga disinyalir sebagai penyebab tingginya angka pengangguran sarjana di Indonesia.


2.3       Solusi untuk mengatasi tingginya pengangguran
hambatan yang menjadi alasan kenapa orang tidak bekerja yaitu hambatan budaya, mutu dan relevansi kurikulum pendidikan, dan pasar kerja atau lapangan pekerjaan.Hambatan budaya menyangkut sikap seseorang terhadap pekerjaan dan etos kerja.Sementara masalah kurikulum pendidikan adalah belum adanya mutu dan ketepatan kurikulum pengajaran di lembaga pendidikan tinggi yang mampu menciptakan dan mengembangkan kemandirian sumber daya manusia (SDM) yang sesuai kebutuhan dunia kerja dalam menghadapi era globalisasi.Sedangkan hambatan pasar kerja lebih disebabkan rendahnya kualitas SDM untuk memenuhi kebutuhan pasar kerja dan juga sebagai akibat tidak adanya lapangan pekerjaan yang memadai di Indonesia dalam menampung angkatan kerja yang melimpah.
Berlatar   belakang ke tiga hal tersebut itulah, akan dibahas solusi atau strategi yang dapat diterapkan dalam mengatasi sarjana menganggur di Indonesia:

a.      Budaya Mayoritas masyarakat Indonesia memiliki budaya malas untuk belajar dan membaca.
      Hal ini tentu saja semakin menambah daftar kekurangan bangsa ini, padahal banyak belajar dan membaca merupakan salah satu ketentuan yang harus dilakukan karena telah ditetapkan di dalam Al Quran sebagai salah satu kitab suci terbesar yang dimiliki oleh masyarakat muslim di Indonesia. Belajar dan banyak membaca juga menjadi ciri khas dari negara maju yang tingkat kesejahteraan masyarakatnya terbilang cukup tinggi seperti negara Jepang dan negara-negara maju di Benua Eropa.Budaya malas membaca dan belajar akan berimplikasi kepada kemalasan seseorang untuk berusaha menjadi lebih baik dan terkesan hanya bersikap pasif, pasrah terhadap keadaan.
      Inilah kenapa masyarakat yang tidak memiliki ilmu pengetahuan yang luas maka sikapnya terhadap pemenuhan kebutuhan hidupnya kurang bergairah dan terkesan menunggu pekerjaan tanpa berusaha untuk menciptakan pekerjaan sendiri.Jika semangat belajar dan membaca yang tinggi di masyarakat Indonesia menjadi budaya maka tidak mustahil permasalahan pengangguran di negeri ini dapat teratasi dengan baik. Karena masing-masing individu akan berusaha melakukan apapun, berpikir dan berbuat yang halal tentunya dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya.Mengutip pernyataan John F. Kennnedy, salah satu dari sekian presiden Amerika Serikat, Ia mengatakan bahwa “ jangan tanyakan apa yang negara lakukan untukmu tapi tanyakan apa yang engkau lakukan untuk negaramu”.
      Pernyataan ini memberikan pelajaran bahwa sesungguhnya masyarakat jangan terlalu berharap terhadap negara dalam memenuhi kebutuhan hidupnya tetapi berusahalah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya secara mandiri tanpa harus selalu tergantung dari negara. Walaupun salah satu fungsi negara adalah memberikan kesejahteraan dan rasa aman bagi warganegaranya.Di Indonesia, budaya untuk menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) atau pilih-pilih pekerjaan di kalangan sarjana masih tinggi, ketimbang budaya berwiraswasta. Sehingga sikap ini lah yang menjadi salah satu penyumbang angka pengangguran ditingkat sarjana cukup tinggi.Sehingga perlu ada usaha-usaha intensif dari pemerintah dan tokoh masyarakat untuk merubah pola pikir seperti ini.Ditambah lagi, jenjang pendidikan tinggi sebagai jaminan memperoleh pekerjaan yang baik ternyata menjadi doktrin bagi kebanyakan masyarakat kita.Pandangan ini dalam banyak hal turut memperparah banyaknya lulusan Perguruan Tinggi (PT) yang tidak bekerja.Kita menyaksikan bagaimana para sarjana masih terus disibukkan persoalan mencari kerja, sementara ketersediaan lapangan kerja makin sempit.

b.      Mutu Dan Relevansi Kurikulum Pendidikan
Fakta cenderung menunjukkan, sistem pendidikan Indonesia jauh lebih produktif dalam mencetak lulusan ketimbang lapangan kerja yang tersedia. Seperti banyaknya Perguruan Tinggi Negeri (PTN) yang membuka jalur ekstensi dan D3, meski kenyataannya kampus tersebut tidak memiliki sarana pendidikan dan dosen yang sebanding dengan jumlah mahasiswanya. Sedangkan Perguruan Tinggi Swasta (PTS) lebih kepada penghematan pengeluaran untuk dana pendidikan karena takut mahasiswa terbebani uang kuliah terlalu tinggi. Tindakan ini mengakibatkan PT sekadar mesin penghasil ijazah ketimbang manusia yang memiliki kematangan ilmu dan kemandirian.Akibatnya negara Indonesia memiliki ribuan kaum terdidik yang tidak profesional dan tidak berjiwa enterpreneur.Kemajuan suatu bangsa bisa dilihat dari geliat perekonomian yang ada didalamnya, dan perekonomian hanya bisa digerakan oleh orang-orang yang memiliki jiwa untuk berkreasi dan berinovasi. Tanpa itu semua mustahil suatu bangsa akan bisa maju.
Oleh karena itu sistem pendidikan di negeri ini harus dirubah, yaitu dengan cara lebih menekankan kepada pendidikan yang mencetak para wiraswasta atau enterpreneur muda ketimbang para pekerja muda atau para pegawai negeri. Caranya bisa dengan merubah kurikulum pendidikannya yang lebih berorientasi kepada kebutuhan pasar kerja dan bisa juga dengan membebankan mahasiswa atau pelajar sebelum menyelesaikan pendidikannya dengan kewajiban membuat suatu usaha atau kegiatan yang bernilai materi. Hal tersebut tentunya akan melatih pelajar dan mahasiswa untuk berpikir kritis membantu pemerintah menciptakan lapangan pekerjaan.  Sistem pendidikan di Indonesia ternyata masih menghasilkan lulusan yang kemandirian dan semangat kewirausahaannya rendah.Sebagian besar lulusan pendidikan kita hanya bisa menjadi buruh atau karyawan. Persentase yang bisa menciptakan lapangan pekerjaan sendiri dan bahkan mempekerjakan orang lain masih sedikit. Seorang sarjana harus mampu berpikir konstruktif, kreatif dan inovatif.
Sarjana harus menjadi pelopor, tak menunggu kesempatan.Namun, kenyataannya tak semua sarjana mempunyai pemikiran seperti Ini.Tidak ada negara maju yang pendidikannya mundur, dan tak ada pendidikan mundur yang mampu memajukan negara.Jika Indonesia ingin menjadi negara maju, benahilah sistem dan metode pendidikannya.Mulai yang paling kecil dan dilakukan sekarang juga. Perlu dicatat, ada semacam dilema dalam penyelenggaraan pendidikan di PT, yaitu antara memenuhi permintaan pasar atau bertahan dalam proses pendidikan tinggi yang ideal. Permintaan pasar dipenuhi perguruan tinggi dengan membuka program studi yang laku di pasar tenaga kerja.Berdasarkan pengamatan, saat ini program studi yang permintaannya cukup tinggi adalah manajemen informatika, teknologi informasi dan komunikasi serta broadcasting.
.
c.       Pasar Kerja atau Lapangan Pekerjaan
Pasar kerja yang tersedia di negeri ini umumnya banyak yang tidak sesuai dengan bidang keahlian yang digeluti oleh para sarjana.Ditambah lagi dengan lulusan PT yang tidak mampu berkompetisi dan tidak diterima oleh pasar kerja sebagai akibat kualitas lulusan yang buruk.Belum lagi jumlah lapangan pekerjaan yang minim harus diperebutkan oleh ribuan sarjana yang mencari kerja. Sehingga solusi untuk mengatasi permasalahan ini adalah pemerintah bersama-sama masyarakat membuat program yang melibatkan para sarjana agar dapat diberdayagunakan untuk membangun perekonomian rakyat.Sebagai contoh adanya program Sarjana Penggerak Pedesaan (SPP), program ini sangat positif apabila dijalankan sesuai koridor yang berlaku dan adanya pengawasan yang insentif dari pemerintah penyalur sarjana ke desa-desa. Tetapi yang perlu diperhatikan adalah terlebuh dahulu memberikan penyuluhan dan standar-standar pekerjaan yang harus dilakukan oleh para sarjana tersebut agar tidak terkesan tidak tahu mau berbuat apa.
Dan juga melakukan kerjasama dengan negara asing atau perusahaan asing untuk menggunakan para sarjana terbaik lulusan dari Indonesia untuk bekerja di negara atau perusahaannya kemudian menerapkan ilmu yang di dapatnya untuk pembangunan di Indonesia.  Masalah pengangguran kaum sarjana merupakan masalah kita semua, yang disebabkan oleh beberapa aspek yang telah disebutkan di atas.Sehingga jika ingin mengurangi sarjana menganggur di negeri ini, ketiga hal tersebut yang menjadi penyebab sarjana menganggur harus ditangani dengan bijaksana, baik oleh pemerintah maupun masyarakat secara bersama-sama. Karena semua kebijakan pemerintah akan efektif bila para aparat pemerintah dan masyarakat saling bahu membahu melaksanakan kebijakan tersebut dengan solid dan terpadu.

·         Berikut strategi lain yang bisa diterapkan untuk mengurangi tingginuya pengangguran :
o   Tanamkan jiwa belajar dan membaca kepada para sarjana untuk merubah pola pikir (mindset) mereka terhadap pekerjaan atau pemenuhan kebutuhan hidup.
o   Menggiatkan penyuluhan kepada para sarjana atau para intelektual untuk lebih berorientasi menciptakan pekerjaan ketimbang mencari kerja atau menjadi pegawai negeri.
o   Merubah sistem pendidikan di Indonesia yang dapat menghasilkan lulusan-lulusan berkualitas dan siap untuk menduduki suatu pekerjaan sesuai dengan keahlian dan ilmunya.
o   Menanamkan jiwa enterpreneur beserta prakteknya sebelum pelajar atau mahasiswa menamatkan pendidikanya di PT.
o   Menciptakan lapangan pekerjaan baru dengan memperbanyak lobi-lobi politik ke negara maupun perusahaan asing.
o   Memberdayakan para sarjana untuk mengembangkan daerah pedesaan serta memberikan kredit modal usaha dengan bunga ringan agar mereka mampu menciptakansumber usaha produktif.
2.4       Alasan sarjana menganggur
Ada beragam alasan kenapa para lulusan sarjana menganggur :
·         Alasan pertama adalah apa yang dinamakan dengan pengangguran siklis yaitu orang menganggur terpaksa (involuntarily unemployed). Golongan lulusan sarjana ini ingin bekerja dengan tingkat upah yang berlaku, tetapi sayangnya pekerjaan tidak tersedia.Bisa dikatakan juga sarjana ini termasuk yang pilih-pilih kerja. Boleh saja ia memfilterisasi pekerjaan sesuai skill dan kapabilitas keilmuannya. Tetapi kalau terlalu lama menunggu, maka akan terjadi dekonstruksi terhadap kesarjanaannya di area publik. Pengangguran siklis merupakan tantangan bagi teori ekonomi mikro.
·         Alasan yang kedua adalah pengangguran friksional yang diakibatkan oleh perputaran (turnover) normal tenaga kerja.Orang-orang muda (fresh graduetion) yang memasuki angkatan kerja dan mencari pekerjaan.Tanpa diikuti dengan skill yang mumpuni atau pengalaman kerja yang tidak memadai, sehingga kalah dalam kompetisi kerja.Akibatnya para sarjana muda tersebut merupakan sumber penting pengangguran friksional.Ataupun dengan para sarjana yang keluar dari pekerjaannya merupakan sumber yang lainnya.
·         Sedangkan jenis pengangguran yang ketiga adalah pengangguran struktural, yang didefinisikan sebagai pengangguran yang disebabkan ketidak sesuaian antara struktur angkatan kerja berdasarkan jenis keterampilan, pekerjaan, industri, atau lokasi geografis-dan struktur permintaan akan tenaga kerja.
Pengangguran jenis ketiga ini lebih berkaitan dengan kebijakan pemerintah yang mempengaruhi kecepatan penyesuaian pasar tenaga kerja terhadap perubahan.Seperti di Inggris dan Kanada telah menerapkan kebijakan yang menghambat perpindahan antara wilayah, industri, dan jenis pekerjaan.Sehingga kebijakan tersebut cenderung meningkatkan pengangguran struktural.
Sedangkan di Indonesia ketika diterapkannya UU No.13/2003 tentang ketenagakerjaan telah menganut sistem perjanjian kerja kontrak.Yang sebenarnya merugikan karyawan.Dan berpeluang meningkatnya angka pengangguran. Dimana para sarjana yang sudah mendapat pekerjaan pun, nasib mereka masih terancam juga dengan PHK mengingat kondisi perekonomian Indonesia yang masih saja belum bangkit dari keterpurukan. Krisis global yang menginduk kepada Kapitalisme berimbas juga pada semakin tingginya angka pengangguran. Bila sudah begini, kemana lagi akan mencari solusi atas tingginya pengangguran sarjana ini? Semoga saja permasalahan mengenai pengangguran ini dapat segera di atasi.Sehingga dapat mengurangi angka pengangguran bertitel di Indonesia.

2.5       Agar tidak menjadi pengganggur intelek
Kesenjangan realitas dunia pendidikan dengan dunia kerja inilah yang disebut-sebut sebagai salah satu penyebab terjadinya pengangguran terdidik di Tanah Air. Berdasarkan Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) 2012, pada Agustus 2010 jumlah pengangguran terbuka lulusan D-3 mencapai 443,2 ribu orang. Pada periode yang sama 2011 angkanya menurun menjadi 244,6 ribu orang.
Agustus tahun lalu, angka pengangguran berpendidikan D-3 sekitar 196,7 ribu orang.
            Sementara pengangguran yang menyandang gelar sarjana (S-1) pada Agustus 2010 mencapai 710,1 ribu orang. Pada periode yang sama tahun berikutnya angkanya menurun menjadi 492,3 ribu orang. Pada Agustus tahun lalu, angka pengangguran terbuka lulusan S1 mencapai 438,2 ribu orang. Padahal, jumlah pengangguran intelektual cukup signifikan pada tahun-tahun sebelumnya.
Pada 2005 jumlahnya sebesar 385.400 orang. Kemudian naik menjadi 409.900 orang
Pada 2007 dan pada 2008 menjadi 626.200 orang. Di samping ketersediaan lapangan pekerjaan, kesiapan memasuki dunia kerja juga menjadi salah satu faktor meningkatnya jumlah pengangguran intelektual.Realitas tingginya pengangguran terdidik di Indonesia diperparah dengan minat mahasiswa yang enggan berwirausaha setelah kuliah.
Karena itu,lembaga pendidikan dituntut agar mampu mencetak entrepreneur agar tidak bergantung pada minimnya ketersediaan lapangan pekerjaan. Sekolah menengah kejuruan (SMK) merupakan salah satu lembaga pendidikan yang diharapkan mengambil peran tersebut.Berdasarkan data Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), jumlah SMK saat ini sebanyak 10.685 sekolah.Dari jumlah tersebut 2.841 berstatus SMK negeri dan 7.844 sekolah swasta.
Selain menghasilkan lulusan siap kerja, SMK juga diharapkan bisa menghasilkan wirausaha muda. Direktur Pembinaan SMK Kemendikbud Anang Tjahyono menyatakan, sejak masuk kelas 1 SMK,
guru sudah diharuskan merangsang jiwa wirausaha kepada siswa misalnya mengajak siswa menciptakan ide wirausaha. Siswa diminta mendesain ruangan plus menghitung biaya yang dibutuhkan.Sekolah juga diharapkan membuat unit bisnis yang dikelola sekolah dan siswa.
Menurut Rhenald, penguasaan bahasa sangat berpengaruh pada kepercayaan diri. Hal inilah yang menjadi modal utama seorang wirausaha.”Siswa harus mempunyai self confidence (kepercayaan diri), self awareness (kesadaran). Dua hal tersebut adalah modal untuk menjadi wirausaha,” kata Renald kepada koran Seputar Indonesia (SINDO). Sementara itu, pengusaha muda Sandiaga Uno memberikan masukan agar pemerintah harus memberikan contoh, pemerintah harus menciptakan birokrasi yang menerapkan wirausaha (entrepreneurial government).
Sekolah juga perlu mengembangkan kurikulum wirausaha nasional dan bahan ajarnya di tingkat sekolah menengah. ”Perlu melakukan kerja sama dengan dunia usaha misalnya dengan Kadin atau HIPMI atau komunitas seperti ‘TanganDi Atas’, yang dilakukan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, untuk pemagangan, pemberian beasiswa wirausaha, gurup rofesional pertopik, dan yang lain,” kata Sandiaga kepada SINDO.
Karena itu, wirausaha menjadi satu hal penting sebab kesuksesan seorang ilmuwan tidak bisa hanya dilihat berapa jumlah karya ilmiah yang mereka publikasikan, namun juga hasil riil yang dapat dicapai.Sementara aplikasi entrepreneurship tidak bisa hanya diwakili dengan pembuatan business plan. Tanpa terjun langsung ke lapangan, semua rencana yang dihadirkan dalam business plan tidak akan berarti dan bernilai apa-apa.

2.6       Cara menyikapi tingginya pengangguran berpendidikan tinggi
Tingginya angka pengangguran yang didongkrak oleh kalangan sarjana memang sangat memprihatinkan.Tak pelak, sorotan miring pun ditujukan kepada dunia pendidikan, terutama perguruan tinggi di Bali.Ini karena dianggap telah gagal mencetak generasi emas bangsa yang mandiri, cerdas, kreatif dan kompetitif.
tingginya pengangguran didongkrak oleh kalangan sarjana.Namun, bukan berarti perguruan tinggi sontak dianggap gagal dalam mencetak karakter bangsa. selama ini secara akademik pihaknya telah melakukan berbagai upaya dalam meningkatkan mutu pendidikan perguruan tinggi seni dalam mencetak karakter bangsa yang berkualitas dan berbudaya serta berkeadaban.Penguatan mutu kurikulum pembelajaran pun terus dibenahi secara sistemik dan berkelanjutan sesuai perubahan konteks kehidupan terkini dalam persaingan budaya global.
Di samping itu, juga berupaya membangun paradigma baru dalam pola pikir dan sikap serta perilaku mahasiswa dari pencari kerja menjadi pencipta lapangan kerja.Dalam menekan tingginya penggangguran sarjana, pihaknya selama ini berupaya mengutamakan mutu lulusan dalam membangun paradigma baru secara akademik. “Sehingga, mereka betul-betul berani tampil beda menjadi wirausahawan muda yang kreatif dan inovatif,” terangnya.
mayoritas sarjana masih berorientasi menjadi pegawai baik negeri maupun swasta, dan tidak ada yang berani terjun sebagai wirausahawan.Maka itulah, perlu adanya pembenahan dunia pendidikan tinggi secara menyeluruh dengan membangun paradigma baru.Yakni mengubah pola pikir, sikap, dan perilaku sesuai tuntutan globalisasi kekinian.Di antaranya mengubah kurikulum berbasis kompetensi, yang menyeimbangkan antara kecerdasan akademik secara keilmuan (teori) dengan profesionalisme di bidang yang ditekuninya. para sarjana harus punya spirit untuk masa depan yang mandiri. Dan, untuk mencapai sebuah keberhasilan tentunya tidak boleh ada kata putus asa dan mudah menyerah.”Ingat bahwa kegagalan jangan dipandang sebagai akhir dari segalanya, melainkan mesti dijadikan pendorong semangat untuk memperbaiki diri ke arah yang lebih baik,” sarannya
B A B  III
PENUTUP

3.1       Kesimpulan
Dapat disimpulkan dari informasi diatas bahwa Pengangguran Terdidik adalah seseorang yang telah lulus dari perguruan tinggi negeri atau swasta dan ingin mendapat pekerjaan tetapi belum dapat memperolehnya. Para penganggur terdidik biasannya dari kelompok masyarakat menengah ke atas, yang memungkinkan adanya jaminan kelangsungan hidup meski menganggur.
            Dan strategi pemerintah dalam menangani kasus ini adalah dengan cara Tanamkan jiwa belajar dan membaca kepada para sarjana untuk merubah pola pikir (mindset) mereka terhadap pekerjaan atau pemenuhan kebutuhan hidup, dan Menggiatkan penyuluhan kepada para sarjana atau para intelektual untuk lebih berorientasi menciptakan pekerjaan ketimbang mencari kerja atau menjadi pegawai negeri.


3.2     Saran
·         Saran untuk pemerintah dalam menangani kasus ini adalah meningkatkan kurikulum untuk para pelajar agar generasi muda lebih memiliki pengetahuan dan pemikiran yang logis.
·         Dalam mengatasi masalah ini pemerintah juga harus menggalakan program lapangan pekerjaan berdasarkan indeks prestasi agar mahasiswa yang lulus tidak menjadi beban pertambahan pengangguran.
·         Sran untuk generasi muda adalah hilangkan budaya malas agar indonesia bisa bangkit dari tingginya tingkat pengangguran karena jika tidak kita yang megubah siapa lagi






DAFTAR PUSTAKA













Tidak ada komentar:

Posting Komentar