PEREKONOMIAN INDONESIA “ Softskills “
TEMA
“
SISTEM PENDIDIKAN DI INDONESIA TERHADAP TINGGINYA JUMLAH PENGANGGURAN “
JUDUL
“ LULUSAN PERGURUAN
TINGGI TIDAK MENJAMIN RENDAHNYA TINGKAT PENGANGGURAN DI INDONESIA “
Nama : Nanda Apriliana
Kelas : 1 EB 24
NPM : 25212229
Tugas/Tulisan : Tugas ke – 1
UNIVERSITAS GUNADARMA
FAKULTAS
EKONOMI
JURUSAN
AKUNTANSI
2012/2013
A B S T R A K
Tulisan ini dibuat untuk mengupas
berbagai aspek tentang perekonomian indonesia, khususnya tentang pelajar
terdidik tidak menjamin menurunkan rendahnya tingkat pengangguran. Indonesia
adalah salah satu negara yang tingkat masyarakatnya paling banyak yang
tunakarya atau tidak punya pekerjaan sehingga menimbulkan kemiskinan
dimana-mana, namun pendidikan tinggi tidak menjamin seseorang langsung
mendapatkan pekerjaan jika tidak dibarengi dengan usaha dan doa.
Tulisan ini membantu para pembaca agar
mengerti bahwa pengangguran bisa datang pada siapa saja jika kita tidak menjadi
orang yang mempunyai skills. Tulisan ini membahas tentang solusi menurunkan
tingkat pengangguran dan sudut pandang pelajar terdidik agar lebih maju.
LANDASAN TEORI
Pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran
agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.
Pengangguran
atau tuna karya
adalah istilah untuk orang yang tidak bekerja sama sekali,
sedang mencari kerja, bekerja kurang dari dua hari selama seminggu, atau seseorang
yang sedang berusaha mendapatkan pekerjaan yang layak.
Jenis
– jenis penggangguran itu sendiri :
·
Setengah Menganggur (Under Unemployment)
adalah tenaga kerja yang tidak bekerja secara
optimal karena tidak ada lapangan pekerjaan, biasanya tenaga kerja setengah menganggur ini merupakan tenaga kerja yang bekerja kurang dari 35 jam selama seminggu.
·
Pengangguran
Terbuka (Open Unemployment) adalah tenaga kerja
yang sungguh-sungguh tidak mempunyai pekerjaan.
·
Pengangguran friksional (frictional unemployment)
Pengangguran friksional adalah pengangguran yang sifatnya sementara yang disebabkan adanya kendala waktu, informasi dan kondisi geografis antara pelamar kerja dengan pembuka lamaran pekerjaan penganggur yang mencari lapangan pekerjaan tidak mampu memenuhi persyaratan yang ditentukan pembuka lapangan kerja.
·
Pengangguran konjungtural (cycle unemployment)
Pengangguran konjungtoral adalah pengangguran yang diakibatkan oleh perubahan gelombang (naik-turunnya) kehidupan perekonomian/siklus ekonomi.
·
Pengangguran struktural (structural unemployment)
Pengangguran structural adalah pengangguran yang diakibatkan oleh perubahan struktur ekonomi dan corak ekonomi dalam jangka panjang.
·
Pengangguran musiman (seasonal Unemployment)
Pengangguran musiman adalah keadaan menganggur karena adanya fluktuasi kegiatan ekonomi jangka pendek yang menyebabkan seseorang harus nganggur.
B A B I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Dunia pendidikan tidak selalu parallel dengan realitas dunia kerja. Wajar jika banyak lulusan perguruan tinggi begitu memasuki dunia kerja langsung terkaget-kaget. Apa yang mereka pikirkan selama kuliah ternyata sama sekali berbeda dengan kenyataan. Karena itu, ilmu yang mereka dapat di bangku kuliah sering kali juga tidak banyak membantu dalam dunia kerja. Pada dasarnya masalah kependudukan
yang serius dihadapi oleh negara berkembang pada umumnya,
antara lain berkisar pada masalah mutu pendidikan, kesiapan tenaga pendidik,
fasilitas, dan lapangan pekerjaan.
Kekurang tersediaan lapangan pekerjaan akan berimbas pada kemapanan social dan eksistensi pendidikan dalam perspektif masyarakat. Pada masyarakat
yang tengah berkembang, pendidikan diposisikan sebagai sarana untuk peningkatan kesejahteraan melalui pemanfatan kesempatan kerja
yang ada. Dalam arti lain, tujuan akhir program
pendidikan bagi masyarakat pengguna jasa pendidikan adalah teraihnya lapangan kerja
yang diharapkan. Atau setidak-tidaknya,
setelah lulus dapat bekerja di sektor formal yang memiliki nilai
"gengsi" yang lebihtinggi di banding sektor informal.
Dengan demikian,
keterbatasan lapangan pekerjaan akan berpotensi tidak dapat tertampungnya lulusan
program pendidikan di lapangan kerja, secara linear berpotensi menggugat eksistensi dan urgensi pendidikan dalam perspektif masyarakat.
1.2
Rumusan
Masalah
Pada penulisan makalah ini saya akan membahas tentang
masalah, sebagai berikut :
1. Jelaskan secara terperinci tentang pengangguran terdidik?
2. Jelaskan penyebab utama pengangguran terdidik?
3. Sebutkan usaha dan solusi untuk mengatasi sarjana
menganggur di Indonesia?
4. Apa yang menjadi alasan sarjana menganggur?
5. Bagaimana cara agar tidak menjadi penggangur intelek?
6. Bagaimana cara menyikapi tingginya pengangguran
berpendidikan tinggi?
1.3
Tujuan
dan Manfaat penulisan
Tujuan
makalah ini dibuat adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah softskills tepatnya perekonomian indonesia.
Manfaat
dari makalah ini adalah untuk menambah dan meningkatkan wawasan serta
pengetahuan baik untuk kami sebagai penulis dan para pembaca, selain itu pembuatan makalah ini sebagai informasi
untuk para pembaca lebih paham strategi-strategi dalam mengurangi tingkat
penganmgguran.
1.4
Metode
Penulisan
Saya memakai metode dengan cara
melakukan browsing disejumlah situs internet yaitu web, blog, maupun perangkat
media massa yang diambil dari internet.
Selain itu dalam pengambilan informasi terkait pada tema
diatas saya juga mengambil informasi dari majalah-majalah online untuk
melengkapi data-data yang akan di sampaikan.
1.5
Sistematika
Penulisan
Dalam penulisan tugas makalah softskills ini sistematika
yang saya gunakan terbagi atas 3 bab yaitu bab pendahuluan, pembahasan, dan
penutup. Pada bab pendahuluan yang dibahas adalah latar belakang, rumusan
masalah, tujuan, dan metode, sedangkan pada bab pembahasan yang dibahas adalah
isi dari penulisan tugas ini, dan bab penutup yang dibahas hanya kesimpulan
atas semua informasi yang ada.
Selain itu untuk melengkapi penulisan ini saya juga
menambahkan abstrak dan landasan teori yang terkait dalam penulisan ini.
B
A B II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian pengangguran terdidik
Pengangguran Terdidik adalah
seseorang yang telah lulus dari perguruan tinggi negeri atau swasta dan ingin
mendapat pekerjaan tetapi belum dapat memperolehnya. Para penganggur terdidik
biasannya dari kelompok masyarakat menengah ke atas, yang memungkinkan adanya
jaminan kelangsungan hidup meski menganggur.
Pengangguran terdidik sangat berkaitan dengan
Masalah kependidikan di negara berkembang pada umumnya, antara lain berkisar
pada masalah mutu pendidikan,
kesiapan tenaga pendidik, fasilitas, dan Kurangnya lapangan pekerjaan yang akan
berimbas pada kemapanan sosial dan eksistensi pendidikan dalam pandangan
masyarakat. Pada masyarakat yang tengah berkembang, pendidikan diposisikan
sebagai sarana untuk peningkatan kesejahteraan melalui pemanfatan kesempatan
kerja yang ada. Dalam arti lain, tujuan akhir program pendidikan bagi
masyarakat pengguna jasa pendidikan, adalah teraihnya lapangan kerja yang
diharapkan. Atau setidak-tidaknya, setelah lulus dapat bekerja di sektor formal
yang memiliki nilai "gengsi" yang lebih tinggi di banding sektor
informal. Dengan meningkatnya pengangguran terdidik menjadi sinyal yang cukup
mengganggu bagi perencana pendidikan di negara-negara berkembang pada umumnya,
khususnya di Indonesia. Sebenarnya gelar sarjana tak otomatis memuluskan jalan
meraih pekerjaan.
2.2 Penyebab
utama pengangguran terdidik
Penyebab
utama pengangguran terdidik adalah kurang selarasnya perencanaan pembangunan
pendidikan dan berkembangnya lapangan kerja yang tidak sesuai denagn jurusan
mereka, sehingga para lulusan yang berasal dari jenjang pendidikan atas baik
umum maupun kejuruan dan tinggi tersebut tidak dapat terserap ke dalam lapangan
pekerjaan yang ada.Faktanya lembaga pendidikan di Indonesia hanya menghasilkan
pencari kerja, bukan pencipta kerja.Padahal, untuk menjadi seorang lulusan yang
siap kerja, mereka perlu tambahan keterampilan di luar bidang akademik yang
mereka kuasai. Disisi lain para pengangguran terdidik lebih memilih pekerjaan
yang formal dan mereka maunya bekerja di tempat yang langsung menempatkan
mereka di posisi yang enak, dapat banyak fasilitas, dan maunya langsung dapat
gaji besar.
Padahal
dewasa ini lapangan kerja di sektor formal mengalami penurunan,hal itu
disebabkan melemahnya kinerja sektor riil dan daya saing Indonesia, yang
menyebabkan melemahnya sektor industri dan produksi manufaktur yang
berorientasi ekspor. Melemahnya sektor riil dan daya saing Indonesia secara
langsung menyebabkan berkurangnya permintaan untuk tenaga kerja terdidik, yang
mengakibatkan meningkatnya jumlah pengangguran terdidik. Dengan kata
lain, persoalan pengangguran terdidik muncul karena adanya informalisasi pasar
kerja. Sebenarnya Sektor pertanian, kelautan, perkebunan, dan perikanan adalah
contoh bidang-bidang yang masih membutuhkan tenaga ahli.Namun para sarjana tak
mau bekerja di tempat-tempat seperti itu dan mereka umumnya juga tidak mau
memulai karier dari bawah.Budaya malas juga disinyalir sebagai penyebab
tingginya angka pengangguran sarjana di Indonesia.
2.3 Solusi
untuk mengatasi tingginya pengangguran
hambatan yang menjadi alasan kenapa orang tidak
bekerja yaitu
hambatan budaya, mutu dan relevansi kurikulum pendidikan, dan pasar kerja atau
lapangan pekerjaan.Hambatan budaya menyangkut sikap seseorang terhadap
pekerjaan dan etos kerja.Sementara masalah kurikulum pendidikan adalah belum
adanya mutu dan ketepatan kurikulum pengajaran di lembaga pendidikan tinggi
yang mampu menciptakan dan mengembangkan kemandirian sumber daya manusia (SDM)
yang sesuai kebutuhan dunia kerja dalam menghadapi era globalisasi.Sedangkan
hambatan pasar kerja lebih disebabkan rendahnya kualitas SDM untuk memenuhi
kebutuhan pasar kerja dan juga sebagai akibat tidak adanya lapangan pekerjaan
yang memadai di Indonesia dalam menampung angkatan kerja yang melimpah.
Berlatar
belakang ke tiga hal tersebut itulah, akan dibahas solusi atau
strategi yang dapat diterapkan dalam mengatasi sarjana menganggur di Indonesia:
a.
Budaya Mayoritas masyarakat
Indonesia memiliki budaya malas untuk belajar dan membaca.
Hal ini tentu saja semakin menambah daftar kekurangan bangsa
ini, padahal banyak belajar dan membaca merupakan salah satu ketentuan yang
harus dilakukan karena telah ditetapkan di dalam Al Quran sebagai salah satu
kitab suci terbesar yang dimiliki oleh masyarakat muslim di Indonesia. Belajar
dan banyak membaca juga menjadi ciri khas dari negara maju yang tingkat
kesejahteraan masyarakatnya terbilang cukup tinggi seperti negara Jepang dan
negara-negara maju di Benua Eropa.Budaya malas membaca dan belajar akan
berimplikasi kepada kemalasan seseorang untuk berusaha menjadi lebih baik dan
terkesan hanya bersikap pasif, pasrah terhadap keadaan.
Inilah kenapa masyarakat yang tidak memiliki ilmu
pengetahuan yang luas maka sikapnya terhadap pemenuhan kebutuhan hidupnya
kurang bergairah dan terkesan menunggu pekerjaan tanpa berusaha untuk
menciptakan pekerjaan sendiri.Jika semangat belajar dan membaca yang tinggi di
masyarakat Indonesia menjadi budaya maka tidak mustahil permasalahan
pengangguran di negeri ini dapat teratasi dengan baik. Karena masing-masing
individu akan berusaha melakukan apapun, berpikir dan berbuat yang halal
tentunya dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya.Mengutip pernyataan John F.
Kennnedy, salah satu dari sekian presiden Amerika Serikat, Ia mengatakan bahwa
“ jangan tanyakan apa yang negara lakukan untukmu tapi tanyakan apa yang engkau
lakukan untuk negaramu”.
Pernyataan ini memberikan pelajaran bahwa sesungguhnya
masyarakat jangan terlalu berharap terhadap negara dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya tetapi berusahalah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya secara mandiri
tanpa harus selalu tergantung dari negara. Walaupun salah satu fungsi negara
adalah memberikan kesejahteraan dan rasa aman bagi warganegaranya.Di Indonesia,
budaya untuk menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) atau pilih-pilih pekerjaan di
kalangan sarjana masih tinggi, ketimbang budaya berwiraswasta. Sehingga sikap
ini lah yang menjadi salah satu penyumbang angka pengangguran ditingkat sarjana
cukup tinggi.Sehingga perlu ada usaha-usaha intensif dari pemerintah dan tokoh
masyarakat untuk merubah pola pikir seperti ini.Ditambah lagi, jenjang
pendidikan tinggi sebagai jaminan memperoleh pekerjaan yang baik ternyata
menjadi doktrin bagi kebanyakan masyarakat kita.Pandangan ini dalam banyak hal
turut memperparah banyaknya lulusan Perguruan Tinggi (PT) yang tidak
bekerja.Kita menyaksikan bagaimana para sarjana masih terus disibukkan
persoalan mencari kerja, sementara ketersediaan lapangan kerja makin sempit.
b.
Mutu Dan Relevansi Kurikulum
Pendidikan
Fakta cenderung menunjukkan, sistem pendidikan Indonesia
jauh lebih produktif dalam mencetak lulusan ketimbang lapangan kerja yang
tersedia. Seperti banyaknya Perguruan Tinggi Negeri (PTN) yang membuka jalur
ekstensi dan D3, meski kenyataannya kampus tersebut tidak memiliki sarana
pendidikan dan dosen yang sebanding dengan jumlah mahasiswanya. Sedangkan
Perguruan Tinggi Swasta (PTS) lebih kepada penghematan pengeluaran untuk dana
pendidikan karena takut mahasiswa terbebani uang kuliah terlalu tinggi. Tindakan
ini mengakibatkan PT sekadar mesin penghasil ijazah ketimbang manusia yang
memiliki kematangan ilmu dan kemandirian.Akibatnya negara Indonesia memiliki
ribuan kaum terdidik yang tidak profesional dan tidak berjiwa
enterpreneur.Kemajuan suatu bangsa bisa dilihat dari geliat perekonomian yang
ada didalamnya, dan perekonomian hanya bisa digerakan oleh orang-orang yang
memiliki jiwa untuk berkreasi dan berinovasi. Tanpa itu semua mustahil suatu
bangsa akan bisa maju.
Oleh karena itu sistem pendidikan di negeri ini harus
dirubah, yaitu dengan cara lebih menekankan kepada pendidikan yang mencetak
para wiraswasta atau enterpreneur muda ketimbang para pekerja muda atau para
pegawai negeri. Caranya bisa dengan merubah kurikulum pendidikannya yang lebih
berorientasi kepada kebutuhan pasar kerja dan bisa juga dengan membebankan
mahasiswa atau pelajar sebelum menyelesaikan pendidikannya dengan kewajiban
membuat suatu usaha atau kegiatan yang bernilai materi. Hal tersebut tentunya
akan melatih pelajar dan mahasiswa untuk berpikir kritis membantu pemerintah
menciptakan lapangan pekerjaan. Sistem pendidikan di Indonesia ternyata
masih menghasilkan lulusan yang kemandirian dan semangat kewirausahaannya
rendah.Sebagian besar lulusan pendidikan kita hanya bisa menjadi buruh atau
karyawan. Persentase yang bisa menciptakan lapangan pekerjaan sendiri dan
bahkan mempekerjakan orang lain masih sedikit. Seorang sarjana harus mampu
berpikir konstruktif, kreatif dan inovatif.
Sarjana harus menjadi pelopor, tak menunggu kesempatan.Namun,
kenyataannya tak semua sarjana mempunyai pemikiran seperti Ini.Tidak ada negara
maju yang pendidikannya mundur, dan tak ada pendidikan mundur yang mampu
memajukan negara.Jika Indonesia ingin menjadi negara maju, benahilah sistem dan
metode pendidikannya.Mulai yang paling kecil dan dilakukan sekarang juga. Perlu
dicatat, ada semacam dilema dalam penyelenggaraan pendidikan di PT, yaitu
antara memenuhi permintaan pasar atau bertahan dalam proses pendidikan tinggi
yang ideal. Permintaan pasar dipenuhi perguruan tinggi dengan membuka program
studi yang laku di pasar tenaga kerja.Berdasarkan pengamatan, saat ini program
studi yang permintaannya cukup tinggi adalah manajemen informatika, teknologi
informasi dan komunikasi serta broadcasting.
.
c.
Pasar Kerja atau Lapangan Pekerjaan
Pasar kerja yang tersedia di negeri ini umumnya banyak yang
tidak sesuai dengan bidang keahlian yang digeluti oleh para sarjana.Ditambah
lagi dengan lulusan PT yang tidak mampu berkompetisi dan tidak diterima oleh
pasar kerja sebagai akibat kualitas lulusan yang buruk.Belum lagi jumlah
lapangan pekerjaan yang minim harus diperebutkan oleh ribuan sarjana yang
mencari kerja. Sehingga solusi untuk mengatasi permasalahan ini adalah
pemerintah bersama-sama masyarakat membuat program yang melibatkan para sarjana
agar dapat diberdayagunakan untuk membangun perekonomian rakyat.Sebagai contoh
adanya program Sarjana Penggerak Pedesaan (SPP), program ini sangat positif
apabila dijalankan sesuai koridor yang berlaku dan adanya pengawasan yang insentif
dari pemerintah penyalur sarjana ke desa-desa. Tetapi yang perlu diperhatikan
adalah terlebuh dahulu memberikan penyuluhan dan standar-standar pekerjaan yang
harus dilakukan oleh para sarjana tersebut agar tidak terkesan tidak tahu mau
berbuat apa.
Dan juga melakukan kerjasama dengan negara asing atau
perusahaan asing untuk menggunakan para sarjana terbaik lulusan dari Indonesia
untuk bekerja di negara atau perusahaannya kemudian menerapkan ilmu yang di
dapatnya untuk pembangunan di Indonesia. Masalah pengangguran kaum
sarjana merupakan masalah kita semua, yang disebabkan oleh beberapa aspek yang
telah disebutkan di atas.Sehingga jika ingin mengurangi sarjana menganggur di
negeri ini, ketiga hal tersebut yang menjadi penyebab sarjana menganggur harus ditangani
dengan bijaksana, baik oleh pemerintah maupun masyarakat secara bersama-sama.
Karena semua kebijakan pemerintah akan efektif bila para aparat pemerintah dan
masyarakat saling bahu membahu melaksanakan kebijakan tersebut dengan solid dan
terpadu.
·
Berikut
strategi lain yang bisa diterapkan untuk mengurangi tingginuya pengangguran :
o
Tanamkan
jiwa belajar dan membaca kepada para sarjana untuk merubah pola pikir (mindset)
mereka terhadap pekerjaan atau pemenuhan kebutuhan hidup.
o
Menggiatkan
penyuluhan kepada para sarjana atau para intelektual untuk lebih berorientasi
menciptakan pekerjaan ketimbang mencari kerja atau menjadi pegawai negeri.
o
Merubah
sistem pendidikan di Indonesia yang dapat menghasilkan lulusan-lulusan
berkualitas dan siap untuk menduduki suatu pekerjaan sesuai dengan keahlian dan
ilmunya.
o
Menanamkan
jiwa enterpreneur beserta prakteknya sebelum pelajar atau mahasiswa menamatkan
pendidikanya di PT.
o
Menciptakan
lapangan pekerjaan baru dengan memperbanyak lobi-lobi politik ke negara maupun perusahaan
asing.
o
Memberdayakan
para sarjana untuk mengembangkan daerah pedesaan serta memberikan kredit modal
usaha dengan bunga ringan agar mereka mampu menciptakansumber usaha produktif.
2.4 Alasan sarjana menganggur
Ada beragam alasan kenapa para lulusan sarjana menganggur :
·
Alasan pertama adalah apa
yang dinamakan dengan pengangguran siklis yaitu orang menganggur terpaksa
(involuntarily unemployed). Golongan lulusan sarjana ini ingin bekerja dengan
tingkat upah yang berlaku, tetapi sayangnya pekerjaan tidak tersedia.Bisa
dikatakan juga sarjana ini termasuk yang pilih-pilih kerja. Boleh saja ia
memfilterisasi pekerjaan sesuai skill dan kapabilitas keilmuannya. Tetapi kalau
terlalu lama menunggu, maka akan terjadi dekonstruksi terhadap kesarjanaannya
di area publik. Pengangguran siklis merupakan tantangan bagi teori ekonomi
mikro.
·
Alasan yang kedua adalah pengangguran
friksional yang diakibatkan oleh perputaran (turnover) normal tenaga
kerja.Orang-orang muda (fresh graduetion) yang memasuki angkatan kerja dan
mencari pekerjaan.Tanpa diikuti dengan skill yang mumpuni atau pengalaman kerja
yang tidak memadai, sehingga kalah dalam kompetisi kerja.Akibatnya para sarjana
muda tersebut merupakan sumber penting pengangguran friksional.Ataupun dengan
para sarjana yang keluar dari pekerjaannya merupakan sumber yang lainnya.
·
Sedangkan jenis
pengangguran yang ketiga adalah pengangguran struktural, yang didefinisikan
sebagai pengangguran yang disebabkan ketidak sesuaian antara struktur angkatan
kerja berdasarkan jenis keterampilan, pekerjaan, industri, atau lokasi
geografis-dan struktur permintaan akan tenaga kerja.
Pengangguran jenis ketiga ini lebih berkaitan dengan kebijakan
pemerintah yang mempengaruhi kecepatan penyesuaian pasar tenaga kerja terhadap
perubahan.Seperti di Inggris dan Kanada telah menerapkan kebijakan yang
menghambat perpindahan antara wilayah, industri, dan jenis pekerjaan.Sehingga
kebijakan tersebut cenderung meningkatkan pengangguran struktural.
Sedangkan di Indonesia ketika diterapkannya UU No.13/2003 tentang ketenagakerjaan telah menganut sistem
perjanjian kerja kontrak.Yang sebenarnya merugikan karyawan.Dan berpeluang
meningkatnya angka pengangguran. Dimana para sarjana yang sudah mendapat
pekerjaan pun, nasib mereka masih terancam juga dengan PHK mengingat kondisi
perekonomian Indonesia yang masih saja belum bangkit dari keterpurukan. Krisis
global yang menginduk kepada Kapitalisme berimbas juga pada semakin tingginya
angka pengangguran. Bila sudah begini, kemana lagi akan mencari solusi atas
tingginya pengangguran sarjana ini? Semoga saja permasalahan mengenai
pengangguran ini dapat segera di atasi.Sehingga dapat mengurangi angka
pengangguran bertitel di Indonesia.
2.5 Agar tidak menjadi pengganggur intelek
Kesenjangan realitas dunia pendidikan
dengan dunia kerja inilah yang disebut-sebut sebagai salah satu penyebab
terjadinya pengangguran terdidik di Tanah Air. Berdasarkan Survei Angkatan
Kerja Nasional (Sakernas) 2012, pada Agustus 2010 jumlah pengangguran terbuka
lulusan D-3 mencapai 443,2 ribu orang. Pada periode yang sama 2011 angkanya
menurun menjadi 244,6 ribu orang.
Agustus
tahun lalu, angka pengangguran berpendidikan D-3 sekitar 196,7 ribu orang.
Sementara
pengangguran yang menyandang gelar sarjana (S-1) pada Agustus 2010 mencapai
710,1 ribu orang. Pada periode yang sama tahun berikutnya angkanya menurun
menjadi 492,3 ribu orang. Pada Agustus tahun lalu, angka pengangguran terbuka
lulusan S1 mencapai 438,2 ribu orang. Padahal, jumlah pengangguran intelektual
cukup signifikan pada tahun-tahun sebelumnya.
Pada 2005 jumlahnya
sebesar 385.400 orang. Kemudian naik menjadi 409.900 orang
Pada 2007 dan pada 2008 menjadi 626.200
orang. Di samping ketersediaan lapangan pekerjaan, kesiapan memasuki dunia
kerja juga menjadi salah satu faktor meningkatnya jumlah pengangguran
intelektual.Realitas tingginya pengangguran terdidik di Indonesia diperparah
dengan minat mahasiswa yang enggan berwirausaha setelah kuliah.
Karena itu,lembaga pendidikan dituntut
agar mampu mencetak entrepreneur agar tidak bergantung pada minimnya
ketersediaan lapangan pekerjaan. Sekolah menengah kejuruan (SMK) merupakan
salah satu lembaga pendidikan yang diharapkan mengambil peran
tersebut.Berdasarkan data Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud),
jumlah SMK saat ini sebanyak 10.685 sekolah.Dari jumlah tersebut 2.841
berstatus SMK negeri dan 7.844 sekolah swasta.
Selain menghasilkan lulusan siap kerja,
SMK juga diharapkan bisa menghasilkan wirausaha muda. Direktur Pembinaan SMK
Kemendikbud Anang Tjahyono menyatakan, sejak masuk kelas 1 SMK,
guru
sudah diharuskan merangsang jiwa wirausaha kepada siswa misalnya mengajak siswa
menciptakan ide wirausaha. Siswa diminta mendesain ruangan plus menghitung
biaya yang dibutuhkan.Sekolah juga diharapkan membuat unit bisnis yang dikelola
sekolah dan siswa.
Menurut Rhenald, penguasaan bahasa
sangat berpengaruh pada kepercayaan diri. Hal inilah yang menjadi modal utama
seorang wirausaha.”Siswa harus mempunyai self confidence (kepercayaan diri),
self awareness (kesadaran). Dua hal tersebut adalah modal untuk menjadi
wirausaha,” kata Renald kepada koran Seputar Indonesia (SINDO). Sementara itu,
pengusaha muda Sandiaga Uno memberikan masukan agar pemerintah harus memberikan
contoh, pemerintah harus menciptakan birokrasi yang menerapkan wirausaha
(entrepreneurial government).
Sekolah
juga perlu mengembangkan kurikulum wirausaha nasional dan bahan ajarnya di
tingkat sekolah menengah. ”Perlu melakukan kerja sama dengan dunia usaha
misalnya dengan Kadin atau HIPMI atau komunitas seperti ‘TanganDi Atas’, yang
dilakukan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, untuk pemagangan, pemberian
beasiswa wirausaha, gurup rofesional pertopik, dan yang lain,” kata Sandiaga
kepada SINDO.
Karena itu, wirausaha menjadi satu hal
penting sebab kesuksesan seorang ilmuwan tidak bisa hanya dilihat berapa jumlah
karya ilmiah yang mereka publikasikan, namun juga hasil riil yang dapat
dicapai.Sementara aplikasi entrepreneurship tidak bisa hanya diwakili dengan
pembuatan business plan. Tanpa terjun langsung ke lapangan, semua rencana yang
dihadirkan dalam business plan tidak akan berarti dan bernilai apa-apa.
2.6 Cara menyikapi tingginya pengangguran
berpendidikan tinggi
Tingginya angka pengangguran yang
didongkrak oleh kalangan sarjana memang sangat memprihatinkan.Tak pelak,
sorotan miring pun ditujukan kepada dunia pendidikan, terutama perguruan tinggi
di Bali.Ini karena dianggap telah gagal mencetak generasi emas bangsa yang
mandiri, cerdas, kreatif dan kompetitif.
tingginya pengangguran didongkrak oleh
kalangan sarjana.Namun, bukan berarti perguruan tinggi sontak dianggap gagal
dalam mencetak karakter bangsa. selama ini secara akademik pihaknya telah
melakukan berbagai upaya dalam meningkatkan mutu pendidikan perguruan tinggi seni
dalam mencetak karakter bangsa yang berkualitas dan berbudaya serta
berkeadaban.Penguatan mutu kurikulum pembelajaran pun terus dibenahi secara
sistemik dan berkelanjutan sesuai perubahan konteks kehidupan terkini dalam
persaingan budaya global.
Di samping itu, juga berupaya membangun
paradigma baru dalam pola pikir dan sikap serta perilaku mahasiswa dari pencari
kerja menjadi pencipta lapangan kerja.Dalam menekan tingginya penggangguran
sarjana, pihaknya selama ini berupaya mengutamakan mutu lulusan dalam membangun
paradigma baru secara akademik. “Sehingga, mereka betul-betul berani tampil
beda menjadi wirausahawan muda yang kreatif dan inovatif,” terangnya.
mayoritas sarjana masih berorientasi
menjadi pegawai baik negeri maupun swasta, dan tidak ada yang berani terjun
sebagai wirausahawan.Maka itulah, perlu adanya pembenahan dunia pendidikan
tinggi secara menyeluruh dengan membangun paradigma baru.Yakni mengubah pola
pikir, sikap, dan perilaku sesuai tuntutan globalisasi kekinian.Di antaranya
mengubah kurikulum berbasis kompetensi, yang menyeimbangkan antara kecerdasan
akademik secara keilmuan (teori) dengan profesionalisme di bidang yang
ditekuninya. para sarjana harus
punya spirit untuk masa depan yang mandiri. Dan, untuk mencapai sebuah
keberhasilan tentunya tidak boleh ada kata putus asa dan mudah menyerah.”Ingat
bahwa kegagalan jangan dipandang sebagai akhir dari segalanya, melainkan mesti
dijadikan pendorong semangat untuk memperbaiki diri ke arah yang lebih baik,”
sarannya
B A B III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dapat
disimpulkan dari informasi diatas bahwa Pengangguran
Terdidik adalah seseorang yang telah lulus dari perguruan tinggi negeri atau
swasta dan ingin mendapat pekerjaan tetapi belum dapat memperolehnya. Para
penganggur terdidik biasannya dari kelompok masyarakat menengah ke atas, yang
memungkinkan adanya jaminan kelangsungan hidup meski menganggur.
Dan
strategi pemerintah dalam menangani kasus ini adalah dengan cara Tanamkan jiwa belajar dan membaca
kepada para sarjana untuk merubah pola pikir (mindset) mereka terhadap
pekerjaan atau pemenuhan kebutuhan hidup, dan Menggiatkan penyuluhan kepada
para sarjana atau para intelektual untuk lebih berorientasi menciptakan
pekerjaan ketimbang mencari kerja atau menjadi pegawai negeri.
3.2 Saran
·
Saran untuk pemerintah dalam menangani
kasus ini adalah meningkatkan kurikulum untuk para pelajar agar generasi muda
lebih memiliki pengetahuan dan pemikiran yang logis.
·
Dalam mengatasi masalah ini pemerintah
juga harus menggalakan program lapangan pekerjaan berdasarkan indeks prestasi
agar mahasiswa yang lulus tidak menjadi beban pertambahan pengangguran.
·
Sran untuk generasi muda adalah
hilangkan budaya malas agar indonesia bisa bangkit dari tingginya tingkat
pengangguran karena jika tidak kita yang megubah siapa lagi
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar