4 EB 18 / 25212229
Pengertian
PROFESI
Profesi adalah kata serapan dari sebuah kata dalam bahasa
Inggris "Profess", yang dalam bahasa Yunani adalah "Επαγγελια",
yang bermakna: "Janji untuk memenuhi kewajiban melakukan suatu
tugas khusus secara tetap/permanen".
Profesi adalah pekerjaan yang membutuhkan pelatihan dan
penguasaan terhadap suatu pengetahuan khusus. Suatu profesi biasanya memiliki
asosiasi profesi, kode etik, serta proses sertifikasi dan lisensi yang khusus
untuk bidang profesi tersebut. Contoh profesi adalah pada bidang hukum,
kedokteran, keuangan, militer,teknik dan desainer.
Berikut beberapa istilah
profesi yang dikemukakan oleh para ahli :
·
SCHEIN, E.H
(1962)
Profesi adalah suatu kumpulan atau set pekerjaan yang
membangun suatu set norma yang sangat khusus yang berasal dari perannya yang
khusus di masyarakat
·
HUGHES, E.C
(1963)
Profesi menyatakan bahwa ia mengetahui lebih baik dari
kliennya tentang apa yang diderita atau terjadi pada kliennya
·
DANIEL BELL
(1973)
Profesi adalah aktivitas intelektual yang dipelajari
termasuk pelatihan yang diselenggarakan secara formal ataupun tidak formal dan
memperoleh sertifikat yang dikeluarkan oleh sekelompok / badan yang bertanggung
jawab pada keilmuan tersebut dalam melayani masyarakat, menggunakan etika
layanan profesi dengan mengimplikasikan kompetensi mencetuskan ide, kewenangan
ketrampilan teknis dan moral serta bahwa perawat mengasumsikan adanya tingkatan
dalam masyarakat
·
PAUL F.
COMENISCH (1983)
Profesi adalah "komunitas moral" yang
memiliki cita-cita dan nilai bersama
·
KAMUS BESAR
BAHASA INDONESIA
Profesi adalah bidang pekerjaan yang dilandasi
pendidikan keahlian (ketrampilan, kejuruan, dan sebagainya) tertentu
·
DONI KOESOEMA A
Profesi merupakan pekerjaan, dapat juga berwujud sebagai jabatan di dalam
suatu hierarki birokrasi, yang menuntut keahlian tertentu serta memiliki etika
khusus untuk jabatan tersebut serta pelayananbaku terhadap masyarakat.
Jadi, profesi adalah
suatu jabatan atau pekerjaan yang menuntut keahlian dari para anggotanya.
Artinya, ia tidak bias dilakukan oleh sembarangan orang yang tidak terlatih dan
tidak disiapkan secara khusus untuk melakukan pekerjaan itu
Ciri-ciri Profesi
:
Untuk memahami apakah suatu pekerjaan dapat dikatakan
sebagai suatu profesi atau tidak, kita perlu memahami ciri-ciri profesi
tersebut. Terdapat berbagai ciri-ciri profesi yang dikemukakkan oleh para ahli
yaitu :
Menurut Liberman, ciri-ciri profesi sebagai berikut :
·
Jabatan
tersebut harus merupakan suatu layanan yang khas dan esensial serta dengan
jelas dapat dibedakan dari jabatan lain.
·
Untuk
pelaksanaannya tidak sekedar diperlukan keterampilan (skills) tetapi
juga kemampuan intelektual.
·
Diperlukan
suatu masa studi dan latihan khusus yang cukup lama.
·
Para
praktisinya secara individual atau kelompok memiliki otonomi dalam bidangnya.
·
Tindakan dan
keputusannya dapat diterima oleh praktisi yang bertanggung jawab.
·
Layanan
tersebut tidak semata-mata untuk kepentingan ekonomi, tetapi sebuah pengabdian.
·
Memiliki suatu
kode etik.
Menurut Word Confederation of Organization for
Teaching Profession (WCOTP), secara mengemukaknan ciri-ciri profesi sebagai
berikut :
·
Profesi adalah
panggilan jiwa.
·
Fungsinya telah
terumuskan dengan jelas.
·
Menetapkan
persyaratan-persyaratan minimal untuk dapat melakukannya (kualifikasi
pendidikan, pengalaman, keterampilan)
·
Mengenakan
disiplin kepada seluruh anggotanya dan biasanya bebas dari campur tangan
kekuasaan luar.
·
Berusaha
meningkatkan status ekonomi dan sosial para anggotanya.
·
Terbentuk dari
disiplin intelektual masyarakat terpelajar dengan anggota-anggota dan
terorganisasi.
Prinsip-prinsip Etika Profesi :
Tuntutan profesional sangat erat
hubungannya dengan suatu kode etik untuk masing-masing profesi. Kode etik itu
berkaitan dengan prinsip etika tertentu yang berlaku untuk suatu profesi. Di
sini akan dikemukakan empat prinsip etika profesi yang paling kurang berlaku
untuk semua profesi pada umumnya. Tentu saja prinsip-prinsip ini sangat minimal
sifatnya, karena prinsip-prinsip etika pada umumnya yang paling berlaku bagi
semua orang, juga berlaku bagi kaum profesional sejauh mereka adalah manusia.
1. Pertama,
prinsip tanggung jawab. Tanggung jawab adalah satu prinsip pokok bagi kaum
profesional, orang yang profesional sudah dengan sendirinya berarti orang yang
bertanggung jawab. Pertama, bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pekerjaannya
dan terhadap hasilnya. Maksudnya, orang yang profesional tidak hanya diharapkan
melainkan juga dari dalam dirinya sendiri menuntut dirinya untuk bekerja sebaik
mungkin dengan standar di atas rata-rata, dengan hasil yang maksimum dan dengan
moto yang terbaik. Ia bertanggung jawab menjalankan pekerjaannya sebaik mungkin
dan dengan hasil yang memuaskan dengan kata lain. Ia sendiri dapat
mempertanggungjawabkan tugas pekerjaannya itu berdasarkan tuntutan
profesionalitasnya baik terhadap orang lain yang terkait langsung dengan
profesinya maupun yang terhadap dirinya sendiri. Kedua, ia juga bertanggung
jawab atas dampak profesinya itu terhadap kehidupan dan kepentingan orang lain
khususnya kepentingan orang-orang yang dilayaninya. Pada tingkat dimana
profesinya itu membawa kerugian tertentu secara disengaja atau tidak disengaja,
ia harus bertanggung jawab atas hal tersebut, bentuknya bisa macam-macam.
Mengganti kerugian, pengakuan jujur dan tulus secara moral sebagai telah
melakukan kesalahan: mundur dari jabatannya dan sebagainya.
2. Prinsip
kedua adalah prinsip keadilan . Prinsip ini terutama menuntut orang yang
profesional agar dalam menjalankan profesinya ia tidak merugikan hak dan
kepentingan pihak tertentu, khususnya orang-orang yang dilayaninya dalam rangka
profesinya demikian pula. Prinsip ini menuntut agar dalam menjalankan
profesinya orang yang profesional tidak boleh melakukan diskriminasi terhadap
siapapun termasuk orang yang mungkin tidak membayar jasa profesionalnya
.prinsip “siapa yang datang pertama mendapat pelayanan pertama” merupakan
perwujudan sangat konkret prinsip keadilan dalam arti yang seluas-luasnya
.jadi, orang yang profesional tidak boleh membeda-bedakan pelayanannya dan juga
kadar dan mutu pelayanannya itu jangan sampai terjadi bahwa mutu dan itensitas
pelayanannya profesional dikurangi kepada orang yang miskin hanya karena orang
miskin itu tidak membayar secara memadai. Hal ini dapat kita lihat dari
beberapa kasus yang sering terjadi di sebuah rumah sakit, yang mana rumah sakit
tersebut seringkali memprioritaskan pelayanan kepada orang yang dianggap mampu
untuk membayar seluruh biaya pengobatan, tetapi mereka melakukan hal sebaliknya
kepada orang miskin yang kurang mampu dalam membayar biaya pengobatan.
Penyimpangan seperti ini sangat tidak sesuai dengan etika profesi, profesional
dan profesionalisme, karena keprofesionalan ditujukan untuk kepentingan orang
banyak (melayani masyarakat) tanpa membedakan status atau tingkat kekayaan
orang tersebut.
3. Prinsip
ketiga adalah prinsip otonomi. Ini lebih merupakan prinsip yang dituntut oleh
kalangan profesional terhadap dunia luar agar mereka diberi kebebasan
sepenuhnya dalam menjalankan profesinya. Sebenarnya ini merupakan kensekuensi
dari hakikat profesi itu sendiri. Karena, hanya kaum profesional ahli dan
terampil dalam bidang profesinya, tidak boleh ada pihak luar yang ikut campur
tangan dalam pelaksanaan profesi tersebut. ini terutama ditujukan kepada pihak
pemerintah. Yaitu, bahwa pemerintah harus menghargai otonomi profesi yang
bersangkutan dan karena itu tidak boleh mencampuri urusan pelaksanaan profesi
tersebut. Otonomi ini juga penting agar kaum profesional itu bisa secara bebas
mengembangkan profesinya, bisa melakukan inovasi, dan kreasi tertentu yang
kiranya berguna bagi perkembangan profesi itu dan kepentingan masyarakat luas.
Namun begitu tetap saja seorang profesional harus diberikan rambu-rambu /
peraturan yang dibuat oleh pemerintah untuk membatasi / meminimalisir adanya
pelanggaran yang dilakukan terhadap etika profesi, dan tentu saja peraturan
tersebut ditegakkan oleh pemerintah tanpa campur tangan langsung terhadap
profesi yang dikerjakan oleh profesional tersebut. Hanya saja otonomi ini punya
batas-batasnya juga. Pertama, prinsip otonomi dibatasi oleh tanggung jawab dan
komitmen profesional (keahlian dan moral) atas kemajuan profesi tersebut serta
(dampaknya pada) kepentingan masyarakat. Jadi, otonomi ini hanya berlaku sejauh
disertai dengan tanggung jawab profesional. Secara khusus, dibatasi oleh
tanggung jawab bahwa orang yang profesional itu, dalam menjalankan profesinya
secara otonom, tidak sampai akan merugikan hak dan kewajiban pihak lain. Kedua,
otonomi juga dibatasi dalam pengertian bahwa kendati pemerintah di tempat
pertama menghargai otonom kaum profesional, pemerintah tetap menjaga, dan pada
waktunya malah ikut campur tangan, agar pelaksanaan profesi tertentu tidak
sampai merugikan kepentingan umum. Jadi, otonomi itu hanya berlaku sejauh tidak
sampai merugikan kepentingan bersama. Dengan kata lain, kaum profesional memang
otonom dan bebas dalam menjalankan tugas profesinya asalkan tidak merugikan hak
dan kepentingan pihak tetentu, termasuk kepentingan umum. Sebaliknya, kalau hak
dan kepentingan pihak tertentu dilanggar, maka otonomi profesi tidak lagi
berlaku dan karena itu pemerintah wajib ikut campur tangan dengan menindak
pihak yang merugikan pihak lain tadi. Jadi campur tangan pemerintah disini
hanya sebatas pembuatan dan penegakan etika profesi saja agar tidak merugikan
kepentingan umum dan tanpa mencampuri profesi itu sendiri. Adapun
kesimpangsiuran dalam hal campur tangan pemerintah ini adalah dapat dimisalkan
adanya oknum salah seorang pegawai departemen agama pada profesi penghulu, yang
misalnya saja untuk menikahkan sepasang pengantin dia meminta bayaran jauh
lebih besar daripada peraturan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah.
4. Prinsip
integritas moral. Berdasarkan hakikat dan ciri-ciri profesi di atas terlihat
jelas bahwa orang yang profesional adalah juga orang yang punya integritas
pribadi atau moral yang tinggi. Karena, ia mempunyai komitmen pribadi untuk
menjaga keluhuran profesinya, nama baiknya dan juga kepentingan orang lain dan
masyarakat. Dengan demikian, sebenarnya prinsip ini merupakan tuntutan kaum
profesional atas dirinya sendiri bahwa dalam menjalankan tugas profesinya ia
tidak akan sampai merusak nama baiknya serta citra dan martabat profesinya.
Maka, ia sendiri akan menuntut dirinya sendiri untuk bertanggung jawab atas
profesinya serta tidak melecehkan nilai yang dijunjung tinggi dan diperjuangkan
profesinya. Karena itu, pertama, ia tidak akan mudah kalah dan menyerah pada
godaan atau bujukan apa pun untuk lari atau melakukan tindakan yang melanggar
niali uang dijunjung tinggi profesinya. Seorang hakim yang punya integritas
moral yang tinggi menuntut dirinya untuk tidak mudah kalah dan menyerah atas
bujukan apa pun untuk memutuskan perkara yang bertentangan dengan prinsip keadilan
sebagai nilai tertinggi yang diperjuangkan profesinya. Ia tidak akan mudah
menyerah terhadap bujukan uang, bahkan terhadap ancaman teror, fitnah,
kekuasaan dan semacamnya demi mempertahankan dan menegakkan keadilan. Kendati,
ia malah sebaliknya malu kalau bertindak tidak sesuai dengan niali-nilai moral,
khususnya nilai yang melekat pada dan diperjuangkan profesinya. Sikap malu ini
terutama diperlihatkan dengan mundur dari jabatan atau profesinya. Bahkan, ia
rela mati hanya demi memepertahankan kebenaran nilai yang dijunjungnya itu.
Dengan kata lain, prinsip integritas moral menunjukan bahwa orang tersebut
punya pendirian yang teguh, khususnya dalam memperjuangjan nilai yang dianut
profesinya. Biasanya hal ini (keteguhan pendirian) tidak bisa didapat secara
langsung oleh pelaku profesi (profesional), misalnya saja seorang yang baru
lulus dari fakultas kedokteran tidak akan langsung dapat menjalankan seluruh
profesi kedokterannya tersebut, melainkan dengan pengalaman (jam terbang)
dokter tersebut dalam melayani masyarakat.
Prinsip-prinsip umum Etika Bisnis ::
1.
Prinsip otonomi
Sikap dan kemampuan manusia untuk mengambil keputusan dan bertindak
berdasarkan kesadarannya tentang apa yang dianggapnya baik untuk dilakukan.
·
Dengan otonomi
pelaku bisnis dan karyawan dalam perusahaan manapun tidak lagi diperlakukan
sebagai sekadar tenaga yang dieksploitasi sesuai kebutuhan bisnis dan demi
kepentingan bisnis. Dengan kata lain, dengan otonomi para pelaku bisnis benar –
benar menjadi subyek moral yang bertindak secara bebas dan bertanggung jawab
atas tindakannya.
·
Otonomi juga
memungkinkan inovasi, mendorong kreativitas, meningkatkan produktivitas, yang
semuanya akan sangat berguna bagi bisnis modern yang terus berubah dalam persaingan
yang ketat.
·
dengan prinsip
otonomi, tanggung jawab moral juga tertuju kepada semua pihak terkait yang
berkepentingan (skateholders).
2.
Prinsip Kejujuran
Terdapat tiga lingkup kegiatan bisnis yang bisa
ditunjukkan secara jelas bahwa bisnis tidak akan bisa bertahan lama dan
berhasil kalau tidak didasarkan atas kejujuran.
·
Pertama, jujur
dalam pemenuhan syarat-syarat perjanjian dan kontrak. Kejujuran ini sangat
penting artinya bagi masing – masing pihak dan sangat menentukan relasi dan
kelangsungan bisnis masing-masing pihak selanjutnya. Karena seandainya salah
satu pihak berlaku curang dalam memenuhi syarat-syarat perjanjian tersebut,
selanjutnya tidak mungkin lagi pihak yang dicurangi itu mau menjalin relasi
bisnis dengan pihak yang curang tadi.
·
Kedua,
kejujuran dalam penawaran barang atau jasa dengan mutu dan harga yang
sebanding. Dalam pasar yang terbuka dengan barang dan jasa yang beragam dan
berlimpah ditawarkan kedalam pasar, dengan mudah konsumen berpaling dari satu
produk ke produk yang lain. Kejujuran adalah prinsip yang justru sangat penting
dan relevan untuk kegiatan bisnis yang baik dan tahan lama.
·
Ketiga, jujur
dalam hubungan kerja intern dalam suatu perusahaan. Kejujuran dalam perusahaan
adalah inti dan kekuatan perusahaan itu. Perusahaan itu akan hancur kalau
suaana kerja penuh dengan akalakalan dan tipu-menipu.
3. Prinsip
Keadilan
Menuntut agar setiap orang diperlakukan secara sama
sesuai dengan aturan yang adil, serta dapat dipertanggung jawabkan. Keadilan
menuntut agar setiap orang dalam kegiatan bisnis perlu di perlakukan sesuai
dengan haknya masing-masing dan agar tidak boleh ada pihak yang dirugikan hak
dan kepentingannya.
4. Prinsip saling menguntungkan (mutual benefit
principle)
Menuntut agar bisnis dijalankan sedemikian rupa
sehingga menguntungkan semua pihak. Kalau prinsip keadilan menuntut agar tidak
boleh ada pihak yang dirugikan hak dan kepentingannya, prinsip saling
menguntungkan secara positif menuntut hal yang sama, yaitu agar semua pihak
berusaha untuk saling menguntungkan satu sama lain.
5. Prinsip
Keadilan
Adam Smith akan menganggap prinsip keadilan sebagai
prinsip yang paling pokok. Menurut Adam Smith Prinsip no harm, prinsip
keadilan, (tidak merugikan hak dan kepentingan orang lain), tanpa prinsip
ini bisnis tidak bisa bertahan. Hanya karena setiap pihak menjalankan bisnisnya
dengan tidak merugikan pihak manapun, bisnis itubisa berjalan dan bertahan.
Prinsip Bisnis
& Manajemen Matsushita Inc ::
Konosuke
Matsushita member beberapa prinsip berikut ini yang menjadi pedoman kegiatan
sehari-hari dan menjadi pendorong bagi setiap orang dalam perusahaannya :
1. Semangat pelayanan melalui industri,
2. Semangat fairness,
3. Semangat harmoni dan kerja sama,
4. Semangat kerja keras untuk maju,
5. Semangat hormat dan rendah hati,
6. Semangat mengikuti hukum alam,
7. Semangat bersyukur.
Selain
prinsip-prinsip tersebut, Matsushita percaya bahwa “setiap perusahaan,
betapapun kecilnya, harus mempunyai tujuan-tujuan yang jelas selain mengejar
keuntungan. Tujuan-tujuan itulah yang membenarkan keberadaannya ditengah kita.
Bagi saya, tujuan-tujuan seperti itu merupakan suatu panggilan, suatu misi
sekuler bagi dunia ini. Kalau pejabat eksekutif utama telah memiliki misi ini,
ia dapat memberitahukan para pegawainya apa yang ingin dicapai oleh perusahaan
itu, dan menjelaskan hakikat serta cita-citanya. Jika para pegawainya memahami
bahwa mereka tidak hanya bekerja untuk sesuap nasi, mereka akan dimotivasi
untuk bekerja keras secara bersama demi mewujudkan tujuan bersama tadi. Dalam
proses tersebut mereka akan belajar lebih dari yang mereka peroleh kalau hanya
tujuan mereka dibatasi pada skala upah saja. Mereka akan tumbuh sebagai
manusia, sebagai warga Negara, dan sebagai orang bisnis.
Bagi
Matsushita, prinsip yang juga harus dipegang adalah bahwa entah anda
berhubungan dengan industry khusus tertentu, sebuah komunitas atau sebuah bangsa,
hal yang paling penting untuk diingat adalah memperhatikan semua pihak secara
keseluruhan. Pada akhirnya kepentinganmu sendiri paling bisa dijamin, kalau
kepentingan semua orang terlayani.
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar